Support

Sabtu, 21 Juli 2012

Komunikasi

Dikisahkan, disebuh gedung pertemuan yang amat megah, seorang pejabat
senior istana sedang menyelenggarakan pesta ulang tahun perkimpoiannya
yang ke-50. Peringatan kimpoi emas itu ramai didatangi oleh tamu-tamu
penting seperti para bangsawan, pejabat istana, pedagang besar serta
seniman-seniman terpandang dari seluruh pelosok negeri. Bahkan kerabat
serta kolega dari kerajaan-kerajaan tetangga juga hadir. Pesta ulang
tahun perkimpoian pun berlangsung dengan megah dan sangat meriah.

Setelah berbagai macam hiburan ditampilkan, sampailah pada puncak
acara,
yaitu jamuan makan malam yang sangat mewah. Sebelum menikmati kamuan
tersebut, seluruh hadirin mengikuti prosesi penyerahan hidangan
istimewa
dari sang pejabat istana kepada istri tercinta. Hidangan itu tak lain
adalah sepotong ikan emas yang diletakkan di sebuah piring besar yang
mahal. Ikan emas itu dimasak langsung oleh koki kerajaan yang sangat
terkenal.

"Hadirin sekalian, ikan emas ini bukanlah ikan yang mahal. Tetapi,
inilah
ikan kegemaran kami berdua, sejak kami menikah dan masih belum punya
apa-apa, sampai kemudian di usia perkimpoian kami yang ke-50 serta
dengan
segala keberhasilan ini. Ikan emas ini tetap menjadi simbol kedekatan,
kemesraan, kehangatan, dan cinta kasih kami yang abadi," kata sang
pejabat senior dalam pidato singkatnya.

Lalu, tibalah detik-detik yang istimewa yang mana seluruh hadirin
tampak
khidmat menyimak prosesi tersebut. Pejabat senior istana mengambil
piring, lalu memotong bagian kepala dan ekor ikan emas. Dengan senyum
mesra dan penuh kelembutan, ia berikan piring berisikan potongan kepala
dan ekor ikan emas tadi kepada isterinya. Ketika tangan sang isteri
menerima piring itu, serentak hadirin bertepuk tangan dengan meriah
sekali. Untuk beberapa saat, mereka tampak ikut terbawa oleh suasana
romantis, penuh kebahagiaan, dan mengharukan tersebut.

Namun suasana tiba-tiba jadi hening dan senyap. Samar-samar terdengar
isak tangis si isteri pejabat senior. Sesaat kemudian, iska tangis itu
meledak dan memecah kesunyian gedung pesta. Para tamu yang ikut tertawa
bahagia mendadak jadi diam menunggu apa gerangan yang bakal terjadi.
Sang
pejabat tampak kikuk dan kebingungan. Lalu ia mendekati isterinya dan
bertanya "Mengapa engkau menangis, isteriku?"

Setelah tangisan reda, sang isteri menjelaskan "Suamiku...sudah 50
tahun
usia pernikahan kita. Selama itu. aku telah dengan melayani dalam duka
dan suka tanpa pernah mengeluh. Demi kasihku kepadamu, aku telah rela
selalu makan kepala dan ekor ikan emas selama 50 tahun ini. Tapi
sungguh
tak kusangka, di hari istimewa ini engkau masih saja memberiku bagian
yang sama. Ketahuilah suamiku, itulah bagian yang paling tidak aku
sukai." tutur sang isteri.

Pejabat senior terdiam dan terpana sesaat. Lalu dengan mata
berkaca-kaca
pula, ia berkata kepada isterinya," Isteriku yang tercinta...50 tahun
yang lalu saat aku masih miskin, kau bersedia menjadi isteriku. Aku
sungguh-sungguh bahagia dan sangat mencintaimu. Sejak itu aku bersumpah
pada diriku sendiri, bahwa seumur hidup aku akan bekerja keras,
membahagiakanmu, membalas cinta kasih dan pengorbananmu."

Sambil mengusap air matanya, pejabat senior itu melanjutkan, "Demi
Tuhan,
setiap makan ikan emas, bagian yang paling aku sukai adalah kepala dan
ekornya. Tapi sejak kita menikah, aku rela menyantap bagian tubuh ikan
emas itu. Semua kulakukan demi sumpahku untuk memberikan yang paling
berharga buatmu."

Sang pejabat terdiam sejenak, lalu ia melanjutkan lagi "Walaupun telah
hidup bersama selama 50 tahun dan selalu saling mencintai, ternyata
kita
tidak cukup saling memahami. Maafkan saya, hingga detik ini belum tahu
bagaimana cara membuatmu bahadia." Akhirnya, sang pejabat memeluk
isterinya dengan erat. Tamu-tamu terhormat pun tersentuh hatinya
melihat
keharuan tadi dan mereka kemudian bersulang untuk menghormati kedua
pasangan tersebut.

-----------------------------------------------------------------

Arti cerita diatas:

Bisa saja, sepasang suami - isteri saling mencintai dan hidup serumah
selama bertahun-tahun lamanya. Tetapi jika di antaranya tidak ada
saling
keterbukaan dalam komunikasi, maka kemesraan mereka sesungguhnya rawan
dengan konflik. Kebiasaan memendam masalah itu cukup riskan karena
seperti menyimpan bom waktu dalam keluarga. Kalau perbedaan tetap
disimpan sebagai ganjalan dihati, tidak pernah dibiacarakan secara
tulus
dan terbuka, dan ketidakpuasan terus bermunculan, maka konflik akan
semakin tak tertahankan dan akhirnya bisa meledak. Jika keadaan sudah
seperti ini, tentulah luka yang ditimbulkan akan semakin dalam dan
terasa
lebih menyakitkan.

Kita haruslah selalu membangun pola komunikasi yang terbuka dengan
dilandasi kasih, kejujuran, kesetiaan, kepercayaan, pengertian dan
kebiasaan berpikir positif.

0 komentar:

Posting Komentar