Support

Sabtu, 21 Juli 2012

Gandhi, Putra Gujarat




Pasukan Inggris sebagai salah satu tentara terkuat dan disegani dunia, kala itu harus ditarik mundur dari India hanya karena kekuatan cinta seorang manusia kurus kering, berbaju sangat sederhana, dan memakan apa yang dimakan sebagian besar rakyatnya. Beliau adalah Mohandas Karamchand Gandhi, atau biasa dikenal dengan Mahatma Gandhi (Jiwa yang agung).

Sebagai seorang pengacara kenamaan, Gandhi seharusnya bisa menikmati kehidupan yang sangat nyaman di Afrika Selatan. Namun perlakuan yang dialaminya sebagai warga kelas dua disana, membuat ia selalu terbayang akan nasib bangsanya, yang masih hidup di bawah penjajahan Inggris.

Ia pun meninggalkan semua kehidupan mewahnya di Afrika Selatan dan pulang kembali ke negerinya. Ketika turun dari atas kapal, Gandhi disambut hangat oleh rakyatnya. Ia diminta untuk naik ke atas panggung untuk berpidato. Namun, pidatonya begitu singkat: ”Terima kasih atas penyambutan Anda semua,” kata Gandhi sambil memberikan salam khas bangsa India. Dengan rendah hati ia mengaku, bertahun-tahun meninggalkan negerinya, ia merasa tak tahu akan keadaan bangsanya, jadi tidak mungkin ia bisa berbicara banyak.

Kemudian Gandhi memutuskan untuk tinggal di tengah rakyat India. Sebagai ungkapan swadeshi (kemandirian) ekonomi terhadap penjajahan Inggris, ia menenun sendiri baju yang dikenakannya. Dengan menggunakan kereta api ia pun mulai berkeliling India untuk mengetahui setiap denyut napas yang dihadapi rakyatnya.

Suatu hari Gandhi menemui orang-orang miskin yang begitu banyak. Kepada Gandhi, mereka mengeluhkan kemiskinannya. Uniknya, Gandhi tidak lalu menjanjikan memberikan makanan atau pun uang seperti yang dilakukan politisi lainnya. Yang Gandhi berikan justru sebuah pertanyaan bernada ajakan. Gandhi menanyakan apakah yang harus kita lakukan untuk bisa menjawab semua persoalan yang dihadapi ini.

Gandhi menunjukkan dirinya bukanlah seorang pemimpin yang populis. Pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu mengajak dan meyakinkan orang lain untuk berbuat yang terbaik, keluar dari kesulitan hidup, bukan memanfaatkan mereka untuk ajang unjuk kemampuan pribadi. Dengan sikapnya yang tulus, rendah hati dan merakyat, Gandhi pun mendapatkan penghormatan dan kepercayaan dari rakyat India.

Gandhi berjuang selama 30 tahun melawan penjajahan Inggris bersama pemimpin India lainnya. Dengan ajarannya, ahimsa (tanpa kekerasan) serta satyagraha (keteguhan dalam kebenaran), Gandhi melawan penindasan dan kekerasan dengan cinta, kesabaran, dan kerelaan untuk menanggung segala konsekuensinya.

Ketika kemerdekaan India akhirnya diraih pada tahun 1947, kesempatan mendapatkan tampuk kekuasaan pun ada di tangannya. Tapi ia tidak mengambil kesempatan itu. Gandhi menolak jabatan politik yang diberikan kongres kepadanya. Ia malah memilih menghabiskan hidup di ashram yang jauh dari kemegahan dan kenikmatan duniawi. Baginya itu jauh lebih mulia daripada hidup di istana. Menerima jabatan diibaratkannya sebagai memakai "mahkota berduri".

Gandhi adalah seorang Hindu, namun dia menyukai pemikiran-pemikiran dari agama lain, termasuk Islam dan Kristen. Dia percaya bahwa manusia dari segala agama harus mempunyai hak yang sama dan hidup bersama secara damai di dalam satu negara.

Sebagai wujud keyakinannya bahwa Hindu dan Muslim India adalah bersaudara, ia melancarkan mogok makan ketika negeri itu diamuk kerusuhan sektarian Hindu-Muslim pada 13 Januari 1948. Dokter mengatakan bahwa ia harus makan, tapi Gandhi tetap bersikeras untuk puasa hingga tujuh syarat perdamaian yang diajukannya ditandatangani oleh pemimpin kelompok Islam dan Hindu.

Rupanya kedua kelompok itu masih sayang Gandhi. Lewat tengah malam pada 18 Januari, sekretarisnya membangunkan Gandhi yang telah lemas dan menunjukkan perjanjian damai yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak. Setelah 121 jam 30 menit berpuasa, Gandhi akhirnya mau minum jus jeruk yang disuapkan oleh seorang pemimpin muslim, Maulana Azad.

Bagi Gandhi, jiwa seseorang akan tetap selamat di dunia apabila orang tersebut berjuang demi kebenaran. Dengan kepercayaan itu, Gandhi tetap tidak menyerah meski berbagai halangan dan cobaan menghadang.

Namun ternyata puasa Gandhi hanya bisa menghentikan sementara konflik Muslim dan Hindu India. Berbagai pertikaian antara kedua kelompok ini terjadi kemudian. Banyak orang Hindu yang merasa dikhianati oleh langkah-langkah Gandhi yang mencoba menjadi juru penengah. Ia dinilai terlalu memberi hati kepada Muslim. Akhirnya pada 30 Januari 1948, seorang Hindu nasionalis pun menarik pelatuk pistolnya, dan Gandhi tewas.

Dengan kematian Gandhi, seluruh India berhenti. Konflik sektarian berhenti, pembunuhan massal berhenti. Negara yang baru terbentuk itu goncang merenungkan hakikat kebangsaan dan persaudaraan mereka. Dengan kematiannya, Gandhi berhasil mencapai apa yang ribuan orang India gagal untuk mencapainya selama ini, yaitu: Perdamaian dan Persatuan di India.

Gandhi akhirnya digelari sebagai Bapak Bangsa India. Dunia memujinya sebagai salah satu pemimpin spiritual terbesar sepanjang masa. “Generasi-generasi yang akan datang sulit percaya bahwa ada orang seperti dia yang pernah berjalan di muka bumi ini dalam rupa daging dan darah,” tulis Albert Einstein waktu itu. Prinsip-prinsip Gandhi telah menginspirasi aktivis-aktivis demokrasi dan pejuang anti-rasisme seperti Martin Luther King, Jr. dan Nelson Mandela.

Gandhi tidak pernah menerima Penghargaan Perdamaian Nobel, meski dia dinominasikan lima kali antara 1937 dan 1948. Beberapa dekade kemudian, hal ini disesali oleh pihak Komite Nobel. Ketika Dalai Lama dianugerahi Penghargaan Nobel pada 1989, ketua umum Komite mengatakan bahwa ini merupakan “Sebuah bentuk mengenang Mahatma Gandhi”.

Karya Mahatma Gandhi tidak terlupakan oleh generasi berikutnya. Cucunya, Arun Gandhi dan Rajmohan Gandhi, serta anak cucunya, Tushar Gandhi, adalah aktivis-aktivis sosio-politik yang terlibat langsung dalam mempromosikan non-kekerasan di seluruh dunia.

“Mereka yang berjiwa lemah tak akan mampu memberi seuntai maaf tulus. Pemaaf sejati hanya melekat bagi mereka yang berjiwa tangguh.” (Mahatma Gandhi)

0 komentar:

Posting Komentar